INFEKSI PERNAPASAN ATAS
Batuk pilek (common cold)
Batuk pilek adalah penyakit saluran pernapasan atas bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri (self-limiting disease). Pada umumnya orang dewasa menderita batuk pilek dua sampai empat kali dalam setahun, sedangkan anak menderita batuk pilek enam sampai delapan kali setahun.dikutip dari 4 Penyebab batuk pilek sebagian besar oleh virus seperti rhinovirus, coronavirus, influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus dan adenovirus. Empat puluh persen batuk pilek pada orang dewasa disebabkan oleh rhinovirus sedangkan coronavirus 10%. Semua virus memiliki beberapa imunotipe sedangkan rhinovirus 100 imunotipe.4 Di AS puncak kejadian batuk pilek pada musim dingin. Transmisi penyakit ini melalui inhalasi droplet infeksius dan self inoculation tangan ke hidung setelah menyentuh sekresi infeksius. Patogenesis infeksi rhinovirus yaitu masuknya virus melalui hidung selanjutnya terjadi infeksi pada sel epitel saluran pernapasan atas. Replikasi virus mencapai puncaknya setelah 48 jam dan berakhir dalam 3 minggu. Gejala seperti bersin-bersin, hidung beringus atau tersumbat dan tenggorokan gatal terjadi 16 -72 jam setelah inokulasi.4 Gejala berakhir sekitar 1 -2 minggu.4,5 Gejala lain yaitu malaise, demam, kedinginan, sakit kepala, mialgia, nyeri tenggorok, suara serak dan batuk.4,6 Pengobatan penyakit ini adalah simptomatis. Obat yang diberikan seperti antihistamin, dekongestan, ipratropium bromida (nasal spray) dan antiinflamasi nonsteroid efektif untuk meringankan gejala batuk pilek.4
Influenza
Gejala klinis influenza yaitu demam, kedinginan, letih, lesu, nyeri otot, sakit kepala dan umumnya bersamaan atau diikuti dengan gejala saluran pernapasan atas atau bawah. Gejala sistemik biasanya mendominasi beberapa hari pertama sedangkan batuk terjadi pada akhir minggu pertama dari penyakit. Fotofobia, air mata meleleh dan nyeri saat pergerakan mata sering dijumpai pada awal penyakit. Kadangkala dijumpai konjungtivitis ringan, cairan jernih keluar dari hidung (tanpa hidung tersumbat), faring kemerahan dan teraba pembesaran kelenjar limfe leher. Demam berkisar antara 39 – 40°C atau lebih selama 1 – 5 hari. Batuk nonproduktif, mudah lelah dan astenia terjadi pada minggu kedua penyakit. Penyebab penyakit ini adalah influenza tipe A dan B tetapi gejala dapat muncul pada penyakit infeksi virus lainnya seperti adenovirus, parainfluenza dan respiratory syncytial virus. Terapi antiviral seperti amantadin dan rimantadin efektif mengobati infeksi virus influenza A apabila diberikan awal penyakit. Hal lainnya juga dapat dilakukan seperti istirahat cukup, hidrasi oral, pemberian antipiretik dan antitusif. Antipiretik diberikan pada kondisi tertentu seperti anak dengan riwayat kejang atau penderita dengan riwayat penyakit jantung.4,6,7
SISTEM IMUNITI NONSPESIFIK
Imuniti adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyaki infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel dan molekul terhadap mikroba atau bahan lainnya disebut respons imun. Pertahanan imun terdiri dari sistem imun nonspesifik (natural/innate/native) dan spesifik (adaptive/acquired). Mekanisme imuniti nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh atau dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Dikatakan imuniti nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu. Mekanismenya yaitu tidak menunjukkan spesifisiti terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung. Sistem imun nonspesifik yaitu pertahanan fisis/mekanis, biokimia, humoral (komplemen, interferon, C-reactive protein, kolektin) dan pertahanan selular. Fagosit, makrofag dan natural killer cell (sel NK) berperan dalam sistem imun nonspesifik selular.7,8
Berbagai macam sel dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah infeksi
Monosit ditemukan dalam sirkulasi tetapi dalam jumlah lebih sedikit dibanding neutrofil. Monosit bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag setempat. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepaskan berbagai bahan antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang berperan dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik
Limfosit terdiri dari sel B, sel T dan sel NK. Sel ini berfungsi dalam imuniti nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologis sel NK merupakan limfosit dengan granul besar (large granular lymphocyte)
Sel-sel utama yang memproduksi sitokin adalah sel T helper (Th) dan makrofag. Sitokin adalah protein kecil yang diproduksi dan dilepas banyak jenis sel. Sitokin bekerja seperti hormon yaitu melalui reseptor pada permukaan sel sasaran. Sitokin berperan pada imuniti nonspesifik dan spesifik yaitu bekerja terhadap sel sasaran yang berbeda meskipun hal tersebut tidak mutlak. Sitokin proinflamasi dan inflamasi diinduksi berbagai jenis sel atas pengaruh mikroba, trauma atau kerusakan sel pejamu. Sitokin mengawali berbagai kejadian pada imuniti nonspesifik dan mempengaruhi sel-sel imun untuk meningkatkan respons. Makrofag yang dirangsang oleh interferon (IFN)-γ, tumor necrosis factor (TNF)-α dan interleukin (IL)-1 juga memproduksi sitokin tersebut. Interleukin-1, IL-6 dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi spesifik dan sitokin inflamasi. Tabel 1 menunjukkan sumber dan efek sitokin pada imuniti nonspesifik.7,8
Tabel 1. Sitokin Pada Imuniti Nonspesifik
Sitokin |
Sumber utama |
Sasaran utama dan efek biologik |
TNF
IL-1
Kemokin
IL-12
IFN-α, IFN-β
IL-10
IL-6 IL-5 IL-18 |
Makrofag, sel T
Makrofag, endotel, sel epitel
Makrofag, sel endotel, sel T, fibroblas, trombosit Makrofag, sel dendritik
IFN-α : makrofag IFN-β : fibroblas
Makrofag, sel T terutama Th2
Makrofag, sel endotel, sel T Makrofag, sel lain Makrofag |
Sel endotel : aktivasi (inflamasi, koagulasi) Neutrofil : aktivasi Hipotalamus : panas Hati : sintesis APP Otot, lemak : katabolisme (kakeksia) Banyak jenis sel : apoptosis Endotel : aktivasi (inflamasi, koagulasi) Hipotalamus : panas Hati : sintesis APP Leukosit : kemotaksis, aktivasi, migrasi ke jaringan Sel T : diferensiasi Th1 Sel NK dan sel T : sintesis IFN-γ, meningkatkan aktiviti sitolitik Semua sel : antivirus, peningkatan ekspresi MHC-I Sel NK : aktivasi Makrofag, sel dendritik : mencegah produksi IL-21 dan ekspresi kostimulator dan MHC-II Hati: sintesis APP Sel B : proliferasi sel plasma Sel NK : proliferasi Sel NK dan sel T : sintesis IFN-γ |
APP: acute phase protein; MHC: major histocompatibility complex
Dikutip dari (8)
ECHINACEA
Echinacea adalah nama genus tanaman asli Amerika Utara. Tumbuhan ini termasuk kelompok aster (asteracae) dan umumnya dikenal sebagai the purple coneflowers.9 Ada 9 spesies echinacea tetapi yang sering digunakan dalam sediaan adalah Echinacea purpurea (purple cone flower), Echinacea angustifolia (narrow leaved purple cone flower) dan Echinacea pallida (pale purple cone flower).10 Nama lain untuk spesies echinacea dapat dilihat pada tabel 2. Penduduk asli Amerika yaitu suku Indian sudah menggunakan tumbuhan ini sebagai obat sejak tahun 1700-an. Echinacea angustifolia pada awalnya sering digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit mulai dari infeksi pernapasan, luka bakar sampai gigitan ular.11-13 Tumbuhan ini mulai digunakan oleh para dokter di Amerika pada tahun 1887 sebagai obat influenza sampai sifilis.11 Pada abad ke-19 echinacea digunakan untuk pembersih (purifier) darah dan obat sakit kepala sedangkan awal abad ke-20 digunakan sebagai pengobatan influenza, batuk pilek dan antiinfeksi sampai mulai ditemukannya antibiotik.10 Akar kering tumbuhan E. angustifolia dan E.pallida sempat dimasukkan ke dalam National Formulary pada tahun 1916 tetapi pada tahun 1950 keduanya dihapuskan karena antibiotik sudah banyak ditemukan.14 Di Jerman penelitian mengenai echinacea terutama E.purpurea dilakukan lebih intensif sejak tahun 1930 sampai sekarang.11,14
Tabel 2. Nama Lain Spesies Echinacea
Black Sampson Comb flower Droops Hedgehog Indian head Red sunflower |
Kansas snakeroot Missouri snakeroot Purple coneflower Scurvy root Rattlesnake weed |
Dikutip dari (15)
Expert Committee of the German Federal Institute for Drugs and Medical Devices komisi E telah menyetujui sebuah monograf mengenai herbal dan echinacea untuk mengobati influenza, ISPA, infeksi saluran napas kronik dan traktus urinarius. World Health Organization (WHO) mendukung keputusan komisi E mengenai pemakaian echinacea secara internal maupun eksternal.12 The Dietary Supplement Health and Education Act AS pada tahun 1994 menghapus banyak larangan dan peraturan mengenai echinacea sehingga mulai banyak diteliti dan digunakan di Amerika.16 Saat ini sekitar 800 sediaan echinacea dengan merek dagang berbeda-beda telah beredar di seluruh dunia dengan penjualan lebih dari 70 juta dolar setiap tahunnya. Berdasarkan survei terakhir kurang lebih sepertiga penduduk Amerika telah menggunakan produk echinacea.5,11 Sediaan dapat terdiri dari campuran ketiga spesies echinacea, keduanya atau tunggal. Beberapa penelitian menggunakan sediaan yang berasal dari Eropa (Echinacin®;Biomed;Swiss). Sediaan tersebut berasal dari bagian di atas tanah (above-ground parts) dan akar. Perbedaan dalam komposisi kimiawi dan aktiviti biologik tidak hanya antar spesies echinacea tetapi juga antara bagian akar dan batang pada satu tanaman yang sama.13
Farmakologi
Zat-zat yang terdapat dalam echinacea pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu larut dalam alkohol dan larut dalam air. Berdasarkan pembagian ini zat-zat dapat ditemukan dalam sediaan seperti larutan dalam alkohol (tincture), teh, pressed juice dan bubuk.15 Tabel 3 menunjukkan kandungan aktif yang terdapat pada ketiga spesies echinacea. Klinger10 menyatakan komponen aktif yang berperan dalam proses tersebut adalah polisakarida (heteroxylan dan arabinogalaktan). Kepustakaan lain menyebutkan terdapat tiga kelompok utama unsur aktif ditemukan pada press juice dari tumbuhan segar E.purpurea yang sebagian besar adalah larut dalam air. Unsur tersebut adalah oligomeric β-1-2-D-fructofuranosides, molekul besar arabinoglaktan dan heteroxylans.17 Brodsky14 menyatakan telah banyak komponen kimiawi dengan aktiviti farmakologis yang diidentifikasi dari spesies echinacea tetapi sangat sulit untuk mengisolasi satu zat yang berefek terapeutik. Komposisi kimiawi yang terdapat dalam echinacea bersifat sinergis saling memperkuat satu sama lain. Tiga kelompok unsur yang terdapat dalam echinaca yaitu polisakarida (arabinogalaktan), alkilamida (isobutilamida), dan fenolik (termasuk derivatif caffeic acid seperti cichoric acid).14,18
Tabel 3. Kandungan Aktif Yang Terdapat Pada Spesies Echinaca
|
E.angustifolia |
E.purpurea |
E.pallida |
Larut dalam alkohol
Larut dalam air
|
X
X X
X |
X
X X X |
X
X X |
Dikutip dari (15)
Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan echinacea dapat meningkatkan aktiviti imunologi dengan cara meningkatkan pelepasan TNF, IL-1 dan IFN-β2 sehingga dapat meningkatkan kadar interferon, proses fagositosis dan aktivasi limfosit.11 Rininger dkk.19 mendapatkan polisakarida yang telah dipurifikasi dari kultur E.purpurea memiliki aktiviti imunostimulan pada sel makrofag dan mononuklear mencit dan manusia. Secara in vitro makrofag dan sel NK yang telah diaktivasi echinacea akan memproduksi sitokin (TNF-α, IL-1 dan IL-6), memperkuat aktivasi fagosit dan proliferasi seluler tetapi polisakarida hasil purifikasi kultur sel echinacea berbeda dari hasil tumbuhan langsung.17,19
Echinacea bersifat imunostimulan dengan target fungsi imun spesifik dan khususnya nonspesifik. Peranannya dalam sistem imun nonspesifik adalah meningkatkan proliferasi makrofag, fagositosis, sekresi interferon, TNF dan IL-1. Sedangkan peranannya dalam sistem imun spesifik adalah aktivasi komponen jalur komplemen, meningkatkan kadar atau aktiviti limfosit T dan sel NK.dikutip dari 9 Echinacea purpurea dipercaya memiliki potensi terkuat dalam meningkatkan sistem imuniti dibandingkan jenis echinacea lainnya.9 Pada hewan percobaan E.angustifolia memperlihatkan efek antiinflamasi dan aktiviti antihialuronidase seperti halnya fungsi polisakarida yang dapat merangsang penyembuhan luka. Pada tikus percobaan terjadi peningkatan produksi antigen-spesific imunoglobulin G (IgG) setelah diberikan echinacea secara teratur. Echinacea juga memiliki aktiviti antimikrobial terhadap Candida albicans, Listeria monocytogenes, virus influenza dan herpes simplex virus (HSV 1 dan 2), tetapi secara in vivo data masih tidak jelas.9
Dari kepustakaan lain menyebutkan mekanisme kerja echinacea melalui sistem imun nonspesifik dan merupakan hasil dari cell-mediated immune factors (makrofag, granulosit dan leukosit) juga mediator lainnya yang dilepaskan oleh sistem imun seluler.dikutip dari 14 Beberapa penelitian juga mendapatkan kemampuan echinacea untuk merangsang fagositosis.14 Luettig dkk.dikutip dari 10 dalam penelitiannya pada tikus secara in vitro dan in vivo mendapatkan unsur arabinogalaktan, sebuah polisakarida yang diisolasi dari kultur E.purpurea menginduksi makrofag untuk mensekresi IL-1, interferon β2 dan TNF.10 Penelitian lain mengungkapkan polisakarida hasil isolasi E.purpurea secara in vivo dan in vitro mempengaruhi sistem imun tikus yang mengalami imunosupresi dan tikus sehat. Pada tikus yang sehat, E.purpurea merangsang makrofag mensekresi IL-1, TNF α dan IL-6, meningkatkan jumlah oksigen reaktif dan menghambat pertumbuhan Candida albicans. Echinacea purpurea juga dapat meningkatkan proliferasi fagosit dalam limpa dan sumsum tulang, merangsang migrasi granulosit ke darah perifer.14 Burger dkk. dikutip dari 14 menemukan konsentrasi E.purpurea 0.025 μg/ml efektif menginduksi produksi sitokin (IL-1, IL-6, IL-10 dan TNF α) pada makrofag di darah perifer secara in vitro dibandingkan kontrol. Goel dkk.5 dalam penelitiannya pada tikus sehat yang diberikan echinacea dengan dosis 80, 800 dan 20.000 μg/kg/hari selama masing-masing 4 hari didapatkan peningkatan fungsi makrofag tanpa terjadi toksiksiti. Gambar 1 memperlihatkan alkilamida yang diisolasi dari E.purpurea.1
Gambar 1. Alkilamida yang diisolasi dari Echinacea purpurea
Dikutip dari (1)
Bauer R dkk.20 menyebutkan kandungan echinacea yaitu cichoric acid, alkilamida dan glikoprotein/polisakarida bersifat imunomodulator, merangsang proses fagositosis, induksi sitokin dari makrofrag dan antioksidan. Kandungan echinacea yaitu polisakarida secara in vitro mengandung berbagai aktiviti yaitu sebagai antiinflamasi, meningkatkan produksi antibodi dan leukosit, inhibisi hialuronidase, melindungi dari kerusakan akibat radiasi, merangsang imuniti yang diperantarai sel dan fagositosis.1 Struktur chicoric acid dapat dilihat pada gambar 2.15
Gambar 2. Struktur chicoric acid
Dikutip dari (15)
Kepustakaan lain menyebutkan efek farmakologis echinacea yaitu menghambat hialuronidase, merangsang produksi jaringan baru, bersifat antibiotik lemah, antiinflamasi, merangsang korteks adrenal, merangsang sistem komplemen, interferon-like activity dan merangsang imuniti nonspesifik. Berbagai kandungan dan manfaat echinacea dapat dilihat pada tabel 4.15,21-23 Berhman24 menyatakan mekanisme utama ekstrak echinacea adalah stimulasi fagositosis. Sebuah penelitian tersamar ganda terhadap 24 laki-laki sehat mendapatkan ekstrak akar E.purpurea meningkatkan fagositosis secara bermakna dibandingkan plasebo.dikutip dari 24 Echinacea juga memperkuat aktiviti sel NK. 24
Tabel 4. Kandungan Echinacea Dan Manfaatnya
1. Isobutilamida Ø Merangsang fagositosis sel granulosit Ø Menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase menjadi antiinflamasi 2. Cichoric acid Ø Merangsang fagositosis sel granulosit 3. Polisakarida Ø Menginduksi makrofag untuk mensekresi IL-1, IL-6 dan IL-10 Ø Menginduksi produksi IF-a dan b Ø Merangsang fagositosis sel granulosit termasik makrofag Ø Meningkatkan aktiviti sel NK |
Dikutip dari (15)
Bentuk dan dosis
Produk echinacea berasal dari the stabilized juice E.purpurea (bagian batang), sediaan seluruh bagian dari tanaman yang segar atau dikeringkan, sediaan akar E.purpurea, E.angustifolia dan E.pallida segar atau dikeringkan dan campuran dari ketiganya.14 Sediaan terdapat dalam bentuk tablet, cairan (larutan dalam alkohol), kapsul, bubuk atau teh. Beberapa tahun yang lalu di Jerman terdapat sediaan bentuk parenteral tetapi oleh karena efek sampingnya cukup besar sediaan tersebut dihapuskan.14 Sampai saat ini masih diperdebatkan bentuk sediaan mana yang paling efektif.14 Cartellieri25 menyatakan sediaan echinacea dalam bentuk pressed juice dan tincture batang E.purpurea memiliki efek positif. Berikut ini adalah sediaan dan dosis echinacea untuk dewasa. dikutip dari 9
Efek samping dan kontraindikasi
Secara umum echinacea dapat ditoleransi dengan baik.9,18 Efek samping pada gastrointestinal paling sering dilaporkan seperti mual, muntah dan nyeri abdominal. The Australia Adverse Drug Reactions Advisory Committee melaporkan pada tahun 1979 -2000 terjadi tujuh kasus hepatitis akibat Echinacea, tetapi tidak didukung oleh data yang lengkap. Efek samping seperti mengantuk dan sakit kepala dapat terjadi namun jarang dan pernah dilaporkan satu kasus fibrilasi atrial dan satu kasus gagal ginjal akut.9 Schwarz dkk.26 melaporkan satu kasus acute disseminated encephalomyelitis setelah pemakaian echinacea intramuskular. Ekstrak herbal mengandung protein imunogenik, glikoprotein dan fosfolipid. Kandungan tersebut dapat merangsang respons sistem imun mulai demam sampai dengan reaksi anafilaktik. Reaksi imunologik seluler tipe lambat dapat terjadi seperti vaskulitis, hepatitis dan reaksi kutaneus tipe lambat. Pada kasus diatas, terjadi cross reactivity antara ekstrak herbal dengan protein otak sehingga terjadi demielinisasi.26 Sebuah tinjauan sistematis mengenai efek samping termasuk data di Australia, Jerman, Inggris, Amerika dan WHO menyimpulkan bahwa efek samping yang sering terjadi adalah gangguan gastrointestinal serta reaksi kulit. Penderita dengan atopi dan asma memiliki risiko terjadinya alergi atau reaksi anafilaktik.18 Penderita yang alergi terhadap tumbuhan asteraceae seperti ragweed, bunga krisantinum, marigold dan daisy dapat mengalami reaksi alergi karena cross reactivity.18
Kontraindikasi pemberian echinacea masih kontoversial. Monograf yang disusun komisi E Jerman menyatakan echinacea tidak boleh diberikan pada penderita dengan tuberkulosis, penyakit autoimun dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) karena efek stimulasi yang dapat memperberat penyakit autoimun atau dapat meningkatkan viral load pada HIV tetapi hal tersebut masih terbatas pada teori yang tidak didukung oleh data penelitian lebih lanjut.10,12,18 Pemberian echinacea pada perempuan hamil dan menyusui cukup aman.19 Perri dkk.27 menyatakan echinacea tidak bersifat teratogenik dan aman bila diberikan pada perempuan hamil.
Interaksi obat
Echinacea dapat berinteraksi dengan obat-obat di bawah ini :9
Satu kasus pernah dilaporkan mengenai seorang penderita berusia 19 tahun yang mendapat amoksilin dan echinacea kemudian terjadi rabdomiolisis, syok dan akhirnya meninggal. Data pasti mengenai hal ini tidak jelas
Sediaan dalam bentuk tincture mengandung 15 – 90% alkohol sehingga menyebabkan reaksi disulfiram
Beberapa pakar herbal berpendapat bahwa echinacea menyebabkan hepatotoksik sehingga harus dihindari pemakaiannya secara bersamaan dengan obat yang berpotensial hepatotoksik seperti steroid anabolik, amiodaron, metotreksat, ketokonazol dan lainnya tetapi pernyataan ini tidak didukung oleh bukti yang kuat
Secara teori, sifat imunostimulan echinacea dapat mengganggu terapi imunosupresan (termasuk azathioprin, siklosporin dan prednison) tetapi pernyataan tersebut kurang didukung oleh bukti yang kuat
Reaksi disulfiram dapat terjadi ketika metronidazol dan alkohol digunakan secara bersamaan. Kadar alkohol yang cukup tinggi pada echinacea tincture secara teori dapat menyebabkan reaksi tersebut.
PENGGUNAAN ECHINACEA PADA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)
Sediaan echinacea yang dipasarkan berbeda-beda karena terdiri dari berbagai jenis (spesies), bagian tumbuhan yang digunakan (daun, akar atau keduanya), perbedaan cara pembuatan (pengeringan, ekstraksi dengan alkohol atau pressed fresh juice dari tumbuhan segar) atau penambahan tumbuhan lain.12,18 Cochrane review telah menganalisis 16 uji klinis yang meneliti efektiviti beberapa spesies echinacea sebagai pengobatan dan pencegah ISPA. Dua uji klinis telah meneliti pemberian echinacea selama 8 – 12 minggu untuk mencegah batuk pilek tetapi tidak ditemukan bukti yang kuat. Sebagian besar hasil penelitian mendapatkan pemberian echinacea segera setelah onset penyakit dapat mengurangi lama dan beratnya gejala ISPA dibandingkan plasebo. Pengkajian efektifiti berbagai sediaan echinacea sulit untuk dilakukan karena beberapa hal yaitu :28
Pengobatan
Echinacea seringkali direkomendasikan untuk mengurangi lama dan beratnya ISPA. Banyak penelitian mengenai hal ini tetapi sebagian besar memiliki keterbatasan kualiti metodologi atau penggunaan produk kombinasi dalam penelitiannya. Walaupun demikian terdapat bukti positif yang mendukung pemberian produk ini.9 Kurangnya bukti-bukti yang mendukung echinacea sebagai pengobatan karena terdapat berbagai macam bentuk sediaan (heterogen) dan rendahnya kualiti metodologi.10 Sebuah metaanalisis mengenai echinacea terhadap 16 penelitian telah dilakukan (Cochrane review) dengan hasil sebagian besar peneliti mendapakan efek positif.10,28 Barret dkk.29 dalam tinjauan sistematisnya terhadap beberapa penelitian echinacea menemukan keterbatasan dalam metodologi dan menyatakan bahwa pemberian echinacea berguna sebagai pengobatan pada awal gejala batuk pilek. Gilles dkk.30 menyatakan efikasi echinacea untuk mengobati batuk pilek masih belum jelas tetapi dapat merupakan pengobatan alternatif. Brinkeborn dkk.31 dalam penelitiannya (uji klinis randomisasi tersamar ganda dengan plasebo) pada 246 peserta mendapatkan Echinaforce® (6.78 mg ekstrak E.purpurea) dapat mengurangi beratnya gejala batuk pilek. Peserta mendapatkan dua tablet, tiga kali sehari setelah merasakan gejala penyakit dan dilanjutkan sampai mereka merasa lebih baik (maksimal 7 hari). Hasil penelitian mendapatkan pada kelompok echinacea terjadi penurunan symptom complaint-index scale.31
Braunig dkk.dikutip dari 9 dalam penelitiannya (uji klinis randomisasi tersamar ganda dengan plasebo) pada 180 peserta dengan batuk pilek mendapatkan E.purpurea 450 mg, 900 mg atau plasebo. Variabel yang diperiksa adalah lama dan berkurangnya gejala. Hasil penelitian didapatkan pengurangan gejala pada kelompok echinacea 900 mg (p<0.0001). Dorn dkk.dikutip dari 9 dalam penelitiannya pada 160 peserta dengan ISPA mendapatkan pemberian E.pallida secara bermakna mengurangi beratnya dan lama ISPA. Kelompok echinacea memiliki lama waktu dan nilai gejala yang lebih rendah daripada plasebo (p<0.001) tetapi tidak dijelaskan analisis statistik dan metode pengukuran lebih lanjut. Hoheisel dkk.dikutip dari 9 dalam penelitiannya (uji klinis tersamar ganda dengan plasebo) pada 120 peserta mendapatkan lama dan beratnya gejala batuk pilek secara bermakna lebih rendah pada kelompok yang mendapatkan Echinaguard® (E.purpurea) dibandingkan plasebo. Dosis yang diberikan adalah 20 tetes (dilarutkan dalam air) setiap 2 jam pada hari pertama yang dilanjutkan tiga kali sehari selama 10 hari. Keterbatasan dari penelitian ini adalah standarisasi produk, deskripsi randomisasi, analisis statistik dan validasi kuesioner yang tidak jelas. Lindenmuth dkk.32 mendapatkan teh echinacea secara efektif mengurangi lama dan beratnya gejala ISPA. Teh tersebut mengandung 1,275 mg daun dan akar echinacea. Peserta diinstruksikan untuk minum teh echinacea 5-6 gelas pada hari pertama dan dititrasi 1 gelas perhari selama 5 hari. Hasil penelitian ini didapatkan gejala ISPA berkurang secara bermakna pada kelompok teh echinacea dibandingkan plasebo (p<0.001). Teh echinacea efektif diminum pada saat awal gejala dan dapat mengurangi lama penyakit.18,32
Henneicke von-Zepelin dkk.33 pada penelitiannya (uji klinis, randomisasi tersamar ganda, multicentre) pada 263 peserta dengan ISPA diberikan Esberitox® (thuja occidentalis 2 mg, echiancea 7.5 mg dan baptisiae tinctoriae 10 mg) tiga tablet sehari selama 7 – 9 hari. Peserta diperiksa pada hari ke 0,4 dan 8. Kombinasi echinacea dengan herbal lainnya secara bermakna mengurangi lama dan beratnya ISPA apabila diberikan saat awal gejala. Braunig dkk.dikutip dari 9 pada penelitiannya terhadap 180 peserta yang mendapakan Pascotox® (E.pallida, 900 mg) 1 tablet sehari selama 8 -10 hari. Perbaikan skor total gejala ISPA lebih cepat pada kelompok yang mendapat obat dibandingkan plasebo sehingga disimpulkan bahwa E.pallida sama efektifnya dengan E.purpurea untuk pengobatan ISPA. Goel dkk.5 dalam penelitiannya (uji klinis, randomisasi tersamar ganda) pada 128 peserta yang mendapatkan Echilin® (E.purpurea). Hasil penelitian tersebut didapatkan pemberian echinacea pada awal gejala penyakit secara bermakna meringankan gejala penyakit. Barret dkk.34 melakukan penelitian terhadap 148 mahasiswa yang menderita batuk pilek dan diberikan kapsul terdiri dari serbuk daun E.purpurea dan akar E. angustifolia. Peneliti mendapatkan tidak ada perbedaan bermakna dalam berat dan lamanya penyakit dibandingkan plasebo.34 Charrois dkk.18 menyatakan sediaan echinacea yang berasal dari batang E.purpurea efektif sebagai pengobatan ISPA.
Pencegahan
Bukti-bukti efikasi echinacea sebagai pencegah ISPA tidak jelas. Sebagian besar penelitian memiliki keterbatasan metodologi sehingga echinacea tidak direkomendasikan sebagai pencegah ISPA. Grimm dkk.35 melakukan penelitian (uji klinis randomisasi tersamar ganda) pada 109 peserta yang diberikan echinacea (fresh pressed juice daun echinacea) 4 ml/hari, dua kali sehari selama 8 minggu. Hasil penelitian didapatkan penurunan tidak bermakna insidens atau beratnya gejala batuk pilek tetapi didapatkan penurunan lama gejala pada kelompok echinacea walupun secara statistik tidak bermakna (4,5 hari pada kelompok echinacea vs 6.5 hari pada kelompok plasebo, p=0.45). Turner dkk.36 melakukan penelitian (uji klinis randomisasi tersamar ganda) pada 399 peserta yang diuji dengan rhinovirus tipe 39. Peserta diberikan terapi profilaksis selama 1 minggu sebelum dan sesudah inokulasi dengan 300 mg ekstrak akar E.angustifolia atau plasebo dosis tiga tablet sehari. Hasil penelitian didapatkan penurunan skor gejala pada kelompok echinacea dibandingkan plasebo tetapi secara statistik tidak bermakna (rerata 13,6 vs 11,4 hari). Hasil penelitian lainnya yaitu tidak ditemukan perbedaan bermakna pada volume sekresi hidung, konsentrasi polimorfonuklear atau IL-8 pada spesimen bilas hidung atau quantitative-virus titer. Kelemahan penelitian ini adalah tidak ditemukannya echinacoside atau alkilamida pada sediaan yang diberikan.36
Sperber dkk.37 melakukan penelitian (uji klinis randomisasi tersamar ganda) E. purpurea sebagai preventif infeksi rhinovirus. Penelitian ini dilakukan terhadap 48 peserta yang diberikan 2,5 ml echinacea atau plasebo, 3 kali sehari selama 7 hari sebelum dan sesudah inokulasi dengan rhinovirus (RV-39). Kultur dan serologi virus dilakukan selain evaluasi secara klinis. Hasil penelitian mendapatkan 92% kelompok echinacea dan 95% kelompok plasebo terinfeksi. Demam terjadi pada 58% kelompok echinacea dan 82% kelompok plasebo. Pemberian echinacea sebelum dan sesudah pajanan rhinovirus tidak menurunkan kejadian infeksi.37 Melchart dkk.38 melakukan penelitian efikasi E.angustifolia vs E. purpurea (uji klinis randomisasi tersamar ganda) pada 302 peserta tanpa gejala ISPA. Peserta yang sudah dirandomisasi mendapatkan 1 ml ekstrak akar masing-masing tumbuhan tersebut atau plasebo, dua kali sehari selama 12 minggu. Variabel yang diukur adalah angka kejadian ISPA (time to event) dan hasilnya tidak didapatkan perbedaan bermakna antara ketiga kelompok tersebut. Pada kelompok E.angustifolia sebanyak 78% merasakan manfaat pemberian obat tersebut sedangkan kelompok E.purpurea 70% dan plasebo 56% (p=0.04).38 Schoneberger dkk.dikutip dari 9 mengevaluasi pemberian echinacea sebagai pencegahan ISPA dalam penelitiannya (uji klinis randomisasi tersamar ganda) terhadap 180 penderita. Juice E.purpurea atau plasebo diberikan dengan dosis 4 mL dua kali sehari selama 8 minggu. Variabel yang diperiksa adalah jumlah, beratnya dan interval terjadinya ISPA. Hasil penelitian tidak ditemukan perbedaan bermakna diantara keduanya. Klinger.10 menyatakan sebagian besar penelitian gagal menunjukkan efek positif echinacea sebagai preventif ISPA (bukti B). Hal ini mungkin disebabkan jumlah sampel terlalu sedikit untuk mendeteksi efek profilaksis echinacea.
KESIMPULAN